Tadi pagi selepas Sholat Subuh, saya bertemu dengan seorang Bapak
(sebut saja Beliau). Dari sejak azan Subuh ketika saya datang ke mesjid,
Beliau selalu duduk di pojokkan saf kedua dan tampak khusu’ berdoa.
Setelah selesai Sholat, beliau tetap berada di tempatnya dengan terdiam
dan tampak sedang bertafakur. Ketika saya sedang menuju ke bawah (mesjid
kami 2 tingkat dimana tingkat dua dipakai untuk ibadah sholat sementara
bagian bawah untuk pengajian anak-anak (TPA)), ada suara yang memanggil
saya, “Dik sebentar dik!”.
Saya terkejut dan mencari suara itu datangnya darimana. Ternyata Beliau yang memanggil saya. Kemudian saya menghampirinya.
“Ada apa, Pak?”
Beliau menjawab,”Boleh mengganggu sebentar”.
Jawab saya,”Oh tidak apa-apa lagipula ini masih pagi dan masih ada
waktu untuk ngobrol-ngobrol”. Akhirnya mengucapkan terima kasih atas
berkenannya saya untuk menemaninya ngobrol.
“Tahu ga dik? Saya tahu adik dari tadi selalu memperhatikan saya sejak masuk mesjid sampai selesai sholat tadi” kata Beliau.
Terkejut saya mendengarnya karena perasaan saya, Beliau dari awal
sampai akhir selalu menunduk dan dengan khusu’nya berdoa tapi kok tahu
saya memperhatikannya.
“Kok Bapak tahu sih?” kata saya.
Beliau tidak menjawab tetapi hanya tersenyum. Kemudian Beliau
memperkenalkan diri dan namanya sama dengan sahabat Rasul SAW yang
menjadi Khalifah ke-dua pada jaman setelah Rasul SAW wafat. Beliau juga
bertanya nama, alamat dan sudah berapa saya tinggal.
Setelah bicara kesana kemari, Beliau bertanya,”Kapan mulai Puasa Ramadhan?”.
Jawab saya ” Ya tinggal sekitar 1 bulan lagi pak”.
“Alhamdulillah” jawab Beliau. “Bagaimana puasa ramadhan tahun lalu dik? Lancar?” tanya Beliau.
“Puasa Ramadhan tahun lalu saya tidak mendapatkan apa-apa Pak selain lapar dan haus”, jawab saya dengan polosnya.
“Jarang saya mendapatkan jawaban seperti ini dik” kata Beliau. Kok
bisa sih apa ada yang aneh dalam hati saya. Kata Beliau banyak orang
yang belum bisa menjawab apabila ada pertanyaan seperti itu. Setelah itu
Beliau dengan lancarnya menjelaskan tentang analogi puasa. Nah ini
cerita serunya (pikir saya saat itu) Beliau menganalogikan antara puasa
dengan Pesta Olahraga seperti Olimpiade, Asian Games, Sea Games, Piala
Dunia, Euro sampai Piala Thomas-Uber dan lain-lain. Beliau
menjelaskannya seperti ini:
1. Puasa dan Pesta Olahraga pada akhir/ujungnya yang ingin dicapai adalah prestasi.
Prestasi dalam olahraga adalah medali (emas,perak dan perunggu),
Piala Kejuaraan dan lain-lain. Kalau puasa adalah diterimanya puasa oleh
Allah secara utuh tanpa ada yang kurang maupun lebih (maaf saya kurang
bisa menjelaskan dengan dalil-dalil dalam Qur’an dan Hadist seperti
Beliau jelaskan kepada saya).
2. Bagaimana prestasi dapat diraih dengan hasil yang luar biasa?
Prestasi diperoleh dengan latihan/kerja keras dari hari ke hari,
minggu ke minggu, bulan ke bulan sampai pada hari H (hari pertandingan)
Kalau kita latihannya benar dan mengikuti apa yang telah diprogramkan
seperti atlet Cina, Rusia dan Amerika Serikat dengan program yang
terstruktur maka tidak heran mereka selalu menjadi nomor satu (wahid).
Puasa pun juga begitu, selama 11 bulan sebelum Puasa Ramadhan seharusnya
kita latih tanding dengan melakukan puasa Senin-Kamis, puasa Nabi Daud,
Puasa Muharram dan lain-lain sehingga ketika pada hari H-nya (bulan
Ramadhan) kita akan mendapatkan prestasi yang paling baik dihadapan
Allah SWT.
3. Prestasi selama pertandingan juga bisa diperoleh dengan konsentrasi.
Nah ini yang kadang-kadang atlet sering blunder yang harusnya dapat
emas malah hanya dapat perak atau perunggu atau tidak mendapatkan
apa-apa. Puasa pun demikian, konsentrasi kita harus dimulai dari sahur
sampai azan maghrib, biasanya yang mengakibatkan konsentrasi puasa kita
buyar adalah saat terakhir yaitu menjelang berbuka. Coba kita jujur
dengan sendiri, saking sudah laparnya akhirnya kadang-kadang kita selalu
lihat jam, bernafsu ingin beli makanan ini itu, dan kadang-kadang
nungguin makanan di meja makan. Padahal Rasul mencontohkan kita untuk
berbuka dengan teh manis dan tiga butir korma. Perkataan beliau membuat
pikiran saya ke pertandingan Piala Champion MU VS Munchen tahun 1999,
dimana menit terakhir pada kedudukan 1-1 Ole Gunnar Solkjaer membobol
gawang Kahn. Gol itulah memupuskan harapan Munchen menjadi juara karena
kurang konsentrasinya pemain-pemain Munchen pada menit-menit terakhir.
Hahahahaha kayak pengamat bola aja.
4. Prestasi itu diperoleh melalui kerja keras, latih tanding dan disiplin.
Fokusnya adalah ke pertandingan yang sebenarnya dan tidak memikirkan
lagi hal-hal yang remeh temeh karena sudah direncanakan secara matang.
Itulah gunannya perencanaan yang sistematis menurut versi Beliau. Puasa
Ramadhanpun demikian. Beliau menjelaskan bagaimana puasa hanya dijadikan
ajang untuk mengumbar umbar uang (coba dipikir besaran mana pengeluaran
selama bulan puasa atau bukan bulan puasa), yang dipikirkan THR, jarang
orang bisa beritikaf di mesjid selama 10 hari terakhir karena semua
berkonsentrasi mencari uang untuk lebaran (jadi selama 11 bulan ngapain
kata Beliau, wah dalam hati saya berat nih karena kebutuhan dan
pendapatan tidak seimbang tiap bulannya tapi boleh juga kalau ga dicoba
khan ga pernah tahu) Saya berpikir bisa, bagaimana kalau tiap hari saya
masukkan ke celengan rata-rata Rp 20 ribu-30 ribu tanpa pernah saya
colek-colek tuh celengan sampai bulan Ramadan kalau dihitung bisa
mencapai Rp 6-7 juta. Wah benar juga tuh Bapak. Istilah Beliau mengenai
puasa bulan Ramadhan bagi orang jaman sekarang : 10 hari pertama ramai
di mesjid, 10 hari kedua ramai di mall-mall/pusat perbelanjaan dan 10
hari terakhir ramai di terminal/stasiun/bandara (yang seharusnya bulan
penuh rahmat, penuh pengampunan dan menjauhkan kita dari api neraka)
5. Yang lebih penting lagi, prestasi dapat diperoleh dengan dukungan
dan doa dari orang tua, saudara, teman sampai Presiden seperti atlet
Indonesia yang mau ke Olimpiade Beijing mohon doa restu dan pamitan
dengan Presiden SBY dengan harapan mendapatkan prestasi yang terbaik.
Puasa pun juga demikian, sebelum puasa Ramadhan, kita berziarah ke
makam orang tua kita yang telah meninggal atau berkunjung ke orang tua
yang masih hidup, saudara, teman, dan tetangga disekitar lingkungan kita
untuk memohonkan maaf atas kesalahan kita selama 11 bulan, mohon doa
restu agar dimudahkan ibadah kita selama bulan puasa karena makin banyak
orang yang mendoakan kita makin makbul ibadah kita sehingga dapat
diterima Allah SWT.(Sirothol mustaqim – jalan lurus/jalan tol)
6. Jadi kalau sudah prestasi dicapai orang tidak perlu bertanya-tanya
lagi karena sudah tersiar di koran-koran, majalah, radio, tv dan
internet serta ditambah hadiah dari mana-mana.
Semua orang bangga dengan prestasi kita terutama orang tua,
orang-orang terdekat sampai Presiden karena membawa nama baik bangsa dan
negara. Sama dengan puasa ketika prestasi puasa kita dijalankan dengan
baik sesuai dengan Standar Operation Procedur (SOP) dari Allah SWT maka
tampak dari penampilan, tingkah laku, amal perbuatan dan rejeki akan
selalu mengalir. Jadi kalau ditanya oleh orang tua ataupun orang lain,
bagaimana puasa Ramadhan kemarin atau apa yang didapat selama bulan
puasa Ramadhan maka kita bercerita dengan lancar, gembira, panjang lebar
karena kita telah mendapatkan puncak prestasi tertinggi dari Allah SWT.
Itulah penjelasan Beliau tentang analogi Puasa Ramadhan. Persis jam
6.30 pagi saya pamitan dan saya katakan nanti saya kembali lagi karena
mau pesan kopi dan makanan kecil. Tidak enak dan nikmat ngobrol tanpa
kopi dan pisang goreng hehehehe. Sekitar 30 menit kemudian saya kembali
lagi ke mesjid dengan harapan akan dapat ilmu pengetahuan dan pengalaman
dari Beliau dan sayang untuk dilewatkan. Ternyata beliau sudah tidak
ada di tempat ketika saya tanyakan ke penjaga mesjid tentang Beliau.
Penjaga mesjid mengatakan sejak selesai subuh tadi mesjid kosong tidak
ada siapa-siapa. Lho kok begitu khan dari subuh saya ngobrol dengan
seorang Bapak sambil menyebutkan ciri-cirinya. Apakah penjaga tadi tidak
mendengar suara kami berbicara. Penjaga mesjid mengatakan tidak
mendengar apa-apa dan juga tidak tidur dari subuh serta selalu
membersihkan lantai dua setiap selesai sholat subuh. Aneh. Jadi sejak
subuh tadi saya berdiskusi dengan siapa. Manusia atau makhluk gaib.
Dalam hati masa bodo lah tetapi saya bersyukur mendapatkan ilmu tentang
puasa dan dapat menambah wawasan pikiran tentang agama yang saya anut.
Begitulah ceritanya dan mudah-mudahan mendapatkan manfaat dari cerita
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar