Allah Ta’ala berfirman:”Sesungguhnya kami telah menurunkannya
(Al-Qur’an pada malam qadar (kemulian)). Dan tahukah kamu apakah malam
kemulian itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada
malam itu turun malaikat-malaikat dan ruh dengan izin Tuhannya. Malam
itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar”. (Al-Qadr:1-5)
Allah Ta’ala berfirman:“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi”. (Ad-Dukhaan:13)
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi Saww., beliau bersabda:“Barangsiapa
beribadah pada malam Qadar dengan penuh keimanan dan hanya mengharapkan
pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (HR.Bukhari dan Muslim)
Dari Ibnu Umar ra. bahwasanya beberapa sahabat Nabi Saww. memimpikan
Lailatul Qadar pada tujuh malam yang terakhir (dalam bulan Ramadhan),
kemudian Rasulullah Saww. bersabda:“Aku perhatikan impianmu itu
benar-benar tapat pada tujuh malam terakhir, maka barang siapa ingin
mencapai Lailatul Qadar, maka hendaknya ia bersungguh-sungguh pada malam
yang terakhir”. (HR.Bukhari dan Muslim)
Dari ‘Aisyah ra., ia berkata:”Rasulullah Saww. selalu beri’tikaf
pada sepuluh malam yang terakhir dari bulan ramadhan, serta
bersabda:”Bersungguh-sungguhlah kalian mencari Lailatul Qadar pada
sepuluh malam yang terakhir dari bulan Ramadhan”.(HR.Bukhari dan Muslim)
Dari ‘Aisyah ra., ia berkata:“Rasulullah Saww. apabila telah
masuk pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan, beliau selalu
beribadah pada waktu malam serta membangunkan keluarganya,
bersungguh-sungguh ibadah dan mengikatkan sarungnya (tidak bersetubuh
dengan istrinya)”. (HR.Bukhari dan Muslim)
Kapankah atau tepatnya Malam Qadar (Lailatul Qadar) itu ?
Menurut pendapat yang masyhur tentang malam Al-qadar dengan mengutip
keterangan dari Ubay bin Ka’ab dan Ibnu Abbas dan kebanyakan pendapat
ulama’, adalah jatuh pada malam yang keduapuluh tujuh, dengan mengambil
dalil dari sabda Nabi Saww.:“Iltamisuu lailatal qadri fii sab-in wa
isyriina khalat min syahri ramadhaana. “Carilah malam Al-Qadar pada
malam keduapuluh tujuh yang telah berlalu dari bulan Ramadhan”. Yaitu
malam yang pada waktu pagi cuacanya sangat cerah, dan yang dengan cuaca
itu Allah telah menjayakan agama Islam dan menurunkan Malaikat untuk
memberikan pertolongan kepada Kaum Muslimin.
Keterangan diatas dikuatkan lagi oleh sebuah riwayat yang
menceritakan bahwa Utsman bin Al-’Ash mempunyai pembantu kecil yang
berkata padanya: “Wahai tuan, sesungguhnya aku mendapatkan air laut
rasanya tawar pada suatu malam Ramadhan”. Utsman bin Al-’Ash berkata:
“Apabila hal itu terjadi lagi di suatu malam, maka hendaklah kamu
memberitahukan kepadaku”. Lalu dia memberitahukan kepadanya, ternyata
malam itu adalah malam keduapuluh tujuh dari bulan Ramadhan.
Keterangan diatas masih dikuatkan lagi oleh penganalisaan sebagian
ulama’, yakni bahwa jumlah kalimat yang ada pada surat Al-Qadar adalah
tigapuluh kalimat, sejumlah hari pada bulan Ramadhan. Demikian pula
lafazh hiya (malam itu) dari kalimat salamun hiya, merupakan bagian
kesempurnaan ayat yang keduapuluh tujuh. Dan kalimat yang menunjukkan
malam Al-Qadar, pembacaannya adalah dengan diucapkan sekaligus,
sekalipun kalimat-kalimat dalam surat Al-Qadar itu mengandung banyak
kalimat seperti anzalnahu.
Menurut analisa yang lain disebutkan, bahwa huruf yang menunjukkan
nama lailatu’l-Qadr ada sembilan huruf yaitu: Lam, Ya, Lam, Ta, Hamzah
(Alif), Lam, Qaf, Dal, dan Ra. Dan Kalimat Lailatu’l-Qadri dalam surat
Al-Qadar diulang sampai tiga kali, jadi 9×3=27.
Menurut pendapat lain yang dikutip dari keterangan sebagian ahli
kasyaf menjelaskan, bahwa malam Al-Qadar itu jatuh pada hari yang
bertepatan dengan awal bulan Ramadhan, Hanya saja, pendapat ini tidak
dilandasi dengan pegangan apapun, sehingga dimungkinkan pendapat itu
tidak terarah.
Menurut analisa Syaikh Ahmad Zaruq dan lainnya dijelaskan, bahwasanya
malam Al-Qadar itu tidak terlepas dari malam Jum’at pada
tanggal-tanggal yang gasal/ganjil dari malam-malam yang akhir bulan
Ramadhan. Analisa seperti ini juga dikutip dari keterangan
Ibnu’l-’Arabi.
Didalam kitab tafsir Imam Al-Khatib dikemukakan suatu ketentuan
tentang malam Al-Qadar, dengan mengutip penjelasan dari Syaikh Abu’l
Hasan Asy-Syadzali, Bahwasanya:
- Jika awal Ramadhan pada hari Ahad, maka malam Al-Qadar jatuh pada tanggal duapuluh sembilan.
- Jika awal Ramadhan pada hari Senin, maka malam Al-Qadar jatuh pada tanggal duapuluh Satu. kemudian perhitungan seterusnya dilakukan dengan naik dan turun menurut harinya.
- Jika awal Ramadhan pada hari Selasa, maka malam Al-Qadar jatuh pada tanggal duapuluh tujuh.
- Jika awal Ramadhan pada hari Rabu, maka malam Al-Qadar jatuh pada tanggal sembilanbelas.
- Jika awal Ramadhan pada hari Kamis, maka malam Al-Qadar jatuh pada tanggal duapuluh lima.
- Jika awal Ramadhan pada hari Jum’at, maka malam Al-Qadar jatuh pada tanggal tujuhbelas.
- Jika awal Ramadhan pada hari Sabtu, maka malam Al-Qadar jatuh pada tanggal duapuluh tiga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar