“Terkadang usia panjang masanya, tetapi sedikit manfaatnya. Terkadang usia itu pendek masanya, akan tetapi banyak manfaatnya.”
Ada pepatah yang berbunyi, jauh berjalan banyak dilihat, lama hidup
banyak dirasa. Benar apabila manusia suka bepergian, ia akan banyak
memperoleh pengalaman, pemandangan dan penghayatan. Apabila panjang
usianya dan lama hidupnya, berarti ia telah menikmati senang dan
susahnya hidup pahit, dan manisnya perlajanan. Semua perjalanan hidup
manusia akan memberi makna tersendiri baginya. Ia barulah berarti
apabila usia yang ditempuh dalam hidupnya memberi manfaat baginya.
Usia itu sebenarnya bukan karena panjang atau pendeknya, akan tetapi
manfaat dan mudaratnya. Sebagus bagus usia ialah usia yang banyak
manfaatnya bagi manusia. Rosulullah Saw bersabda, “Sebaik baik
manusia ialah orang yang panjang umurnya, dan bagus amalnya, dan sejelek
jelek manusia, adalah orang yang panjang umurnya akan tetapi rusak
amalnya.”
Syekh Ahmad Ataillah (pengarang kitab Al-Hikam) menegaskan pula :
“Siapa yang diberkati umurnya, dalam masa singkat dari usianya,
ia akan mencapai karunia Allah, yang tidak dapat dihitung dengan kata
kata, dan tak dapat dikejar dengan isyarat.”
Yang dicari oleh seorang muslim yang sholeh adalah barokahnya usia.
Yang dimaksud usia ber-barokah adalah usia yang selalu membawa dan
mengajak kepada kemanfaatan dunia dan akhirat. Umur yang barokah ini,
selalu diberi kesempatan oleh Allah menjalankan kebaikan kebaikan
seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Sebab, apabila umur itu
mendapat barokah, tidak ada waktu yang tersia sia dalam hidup seorang
hamba.
Hamba yang umurnya ber-barokah, ia selalu berada dalam situasi yang
sempat akan tetapi bergegas gegas. Sempat artinya selalu ada peluang,
bergegas gegas artinya cepat diamalkannya. Sehingga tidak terasa olehnya
usia yang dianugerahkan kepadanya, waktunya sangat singkat sebab
kesempatan kesempatan beribadah yang diberkati Allah kepadanya tidak
mencukupi. Ia bergegas gegas, agar waktu yang singkat itu, tidak hilang
begitu saja karena cepatnya perjalan usia.
Dengan demikian, maka usia yang panjang atau usia yang pendek, akan
memberi arti yang berguna bagi manusia, apabila dipergunakan untuk
mendapatkan ridho Allah. Seperti yang diucapkan oleh Abu Abbas Al Mursy :
“Alhamdulillah semua waktu waktu kami merupakan lailatul-qodar, artinya
semua waktu diisi dengan amal yang bermanfaat. E Jangan sampai waktu
yang didapatkan dari usia, hanyalah ibarat air yang disiramkan ke atas
pasir yang panas. Airnya menguap, pasirnya tidak basah. Usia yang hilang
begitu saja dari waktu yang dilalui, akan mengecewakan si pemilik usia
itu sendiri pada hari kiamat. Sebab waktu waktu yang dianugerahkan
kepada manusia dinamakan bermanfaat dan barokah apabila dipergunakan
untuk memperbanyak amal ibadah, memohon ampun atas bermacam macam
kesalahan dan dosa, serta bertobat dengan taubatan nasuha. Syekh Ahmad
Ataillah mengatakan :
“Kekecewaan dari semua kekecewaan, adalah ketika kalian
berkesempatan, kalian tidak menghadap kepada Allah, karena sedang ada
sedikit halangan, kalian tidak juga mendatangi Allah.”
Ungkapan Syekh Ataillah ini mengingatkan kita, jangan sampai
kesempatan dari usia, di waktu lapang ataupun sempit, hendaklah pandai
pandai dimanfaatkan untuk Allah dan datang menghadap memohon hidayah dan
inayah, memohon ampun serta bertobat*. *“Bergegas gegaslah kamu dalam keadaan ringan ataupun berat” (QS.At-Taubah :41)
Perjalanan yang panjang telah ditempuh manusia di alam dunia ini.
Banyak yang dialami oleh anak Adam dalam masalah duniawiyah, namun
pengalaman hidup itu barulah berarti bagi hidup dunia dan akhirat,
apabila dipersembahkan untuk Allah dan Rasul-Nya, dan untuk ‘izzul Islam
dan Muslimin.
Memang kadang kadang manusia tidak mempergunakan kesempatan, atau
kesempatan yang ada disia siakan, sehingga kesempatan yang tersedia,
hilang begitu saja. Kesempatan yang dimaksud ialah kesempatan datang
menghadap Allah dalam ibadah rutin, atau kesempatan mengerjakan ibadah
sunah lainnya, yang sebenarnya tersedia, akan tetapi, manusia lalai
dengan alasan kesibukan duniawi, atau kesibukan perjuangan. Alasan
alasan seperti itu sebenarnya tidak perlu dikemukakan, karena Allah
Ta’ala Maha Tahu tentang kemalasan dan keengganan diri kita. Allah
Ta’ala lebih tahu bahwa manusia lebih mementingkan dirinya sendiri, hawa
nafsunya sendiri, dari pada ingin mendapatkan ridho Allah dengan
pertemuan pertemuan tertentu dengan Allah dalam bentuk ibadah.
Memang merupakan suatu kekecewaan kelak di akhirat, di waktu seorang
hamba menghadap Allah Swt. Manusia waktu itu datang menerima apa yang
telah ia kerjakan di dunia. Masing masing datang dengan buah amal
ibadahnya. Akan tetapi ada diantara manusia hadir di mahkamah Allah Swt
dengan hati kecewa. Karena ia melihat orang lain datang kepada Allah
dengan hati gembira menunjukkan amal ibadahnya yang wajib dan sunah yang
sangat banyak, sedangkan ia datang dengan amal ibadah yang minim, yang
tidak mampu melepaskan dirinya dari adzab Allah. Atau amal ibadahnya pas
pasan saja.
Ia kecewa, akan tetapi kekecewaan itu sudah tidak dapat ditebus lagi.
Waktu itu kesibukan dunia yang dikerjakannya tidak mampu menambah amal
ibadahnya. Harta dan segala macam yang diperolehnya dalam kesibukan
dunia, tidak ada satupun yang memberi nilai tambah bagi kebahagiaan
akhirat yang sudah habis di depannya. Seperti diterangkan Allah Ta’ala
dalam firmannya, “Pada hari itu tidak ada gunanya harta dan anak anak, kecuali yang datang menghadap Allah dengan hati yang damai.”(QS. Asy-syu’ara : 89).
Bagi hamba Allah yang benar benar tunduk dan patuh kepada-Nya dalam
segala hal, ia dalam hidupnya tidak menyia nyiakan waktu yang
dianugerahkan Allah untuk datang kepada-Nya dalam waktu waktu yang
ditentukan, atau melaksanakan ibadah ibadah sunah tanpa batas waktu dan
sepanjang saat.
Agar seseorang hamba tidak tersia sia di akhirat, dan kecewa di
hadapan Allah, memanfaatkan saat saat kesempatan adalah sangat
menguntungkan dan utama.