Setiap hari Malaikat Maut dan
Nabi Idris
beribadah bersama. Suatu kali, sekali lagi Nabi Idris mengajukan
permintaan. “Bisakah engkau membawa saya melihat surga dan neraka?”
“Wahai Nabi Allah, lagi-lagi permintaanmu aneh,” kata Malaikat Maut.
Setelah Malaikat Maut memohon izin kepada Allah, dibawanya Nabi Idris ke tempat yang ingin dilihatnya.
“Ya Nabi Allah, mengapa ingin melihat neraka? Bahkan para Malaikat pun takut melihatnya,” kata Malaikat Maut.
“Terus terang, saya takut sekali kepada Azab Allah itu. Tapi
mudah-mudahan, iman saya menjadi tebal setelah melihatnya,” Nabi Idris
menjelaskan alasannya.
Waktu mereka sampai ke dekat neraka, Nabi Idris langsung pingsan.
Penjaga neraka adalah Malaikat yang sangat menakutkan. Ia menyeret dan
menyiksa manusia-manusia yang durhaka kepada Allah semasa hidupnya. Nabi
Idris tidak sanggup menyaksikan berbagai siksaan yang mengerikan itu.
Api neraka berkobar dahsyat, bunyinya bergemuruh menakutkan, tak ada
pemandangan yang lebih mengerikan dibanding tempat ini.
Dengan tubuh lemas
Nabi Idris
meninggalkan tempat yang mengerikan itu. Kemudian Malaikat Maut membawa
Nabi Idris ke surga. “Assalamu’alaikum…” kata Malaikat Maut kepada
Malaikat Ridwan, Malaikat penjaga pintu surga yang sangat tampan.
Wajah Malaikat Ridwan selalu berseri-seri di hiasi senyum ramah.
Siapapun akan senang memandangnya. Sikapnya amat sopan, dengan lemah
lembut ia mempersilahkan para penghuni surga untuk memasuki tempat yang
mulia itu.
Waktu melihat isi surga, Nabi Idris kembali nyaris pingsan karena
terpesona. Semua yang ada di dalamnya begitu indah dan menakjubkan. Nabi
Idris terpukau tanpa bisa berkata-kata melihat pemandangan sangat indah
di depannya. “Subhanallah, Subhanallah, Subhanallah…” ucap Nabi Idris
beulang-ulang.
Nabi Idris melihat sungai-sungai yang airnya bening seperti kaca. Di
pinggir sungai terdapat pohon-pohon yang batangnya terbuat dari emas dan
perak. Ada juga istana-istana pualam bagi penghuni surga. Pohon
buah-buahan ada disetiap penjuru. Buahnya segar, ranum dan harum.
Waktu berkeliling di sana, Nabi Idris diiringi pelayan surga. Mereka
adalah para bidadari yang cantik jelita dan anak-anak muda yang amat
tampan wajahnya. Mereka bertingkah laku dan berbicara dengan sopan.
Mendadak Nabi Idris ingin minum air sungai surga. “Bolehkah saya meminumnya? Airnya kelihatan sejuk dan segar sekali.”
“Silahkan minum, inilah minuman untuk penghuni surga.” Jawab Malaikat
Maut. Pelayan surga datang membawakan gelas minuman berupa piala yang
terbuat dari emas dan perak. Nabi Idris pun minum air itu dengan nikmat.
Dia amat bersyukur bisa menikmati air minum yang begitu segar dan luar
biasa enak. Tak pernah terbayangkan olehnya ada minuman selezat itu.
“Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah,” Nabi Idris mengucap
syukur berulang-ulang.
Setelah puas melihat surga, tibalah waktunya pergi bagi Nabi Idris untuk
kembali ke bumi. Tapi ia tidak mau kembali ke bumi. Hatinya sudah
terpikat keindahan dan kenikmatan surga Allah.
“Saya tidak mau keluar dari surga ini, saya ingin beribadah kepada Allah sampai hari kiamat nanti,” kata Nabi Idris.
“Tuan boleh tinggal di sini setelah kiamat nanti, setelah semua amal
ibadah di hisab oleh Allah, baru tuan bisa menghuni surga bersama para
Nabi dan orang yang beriman lainnya,” kata Malaikat Maut.
“Tapi Allah itu Maha Pengasih, terutama kepada Nabi-Nya. Akhirnya Allah
mengkaruniakan sebuah tempat yang mulia di langit, dan Nabi Idris
menjadi satu-satunya Nabi yang menghuni surga tanpa mengalami kematian.
Waktu diangkat ke tempat itu, Nabi Isris berusia 82 tahun.
Firman Allah:
“Dan ceritakanlah Idris di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah orang
yang sangat membenarkan dan seorang Nabi, dan kami telah mengangkatnya
ke martabat yang tinggi.” (QS Al-Anbiya:85-86).
***
Pada saat Nabi Muhammad sedang melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj ke
langit, beliau bertemu Nabi Idris. “Siapa orang ini? Tanya Nabi Muhammad
kepada Jibril yang mendampinginya waktu itu.
“Inilah Idris,” jawab Jibril. Nabi Muhammad mendapat penjelasan Allah tentang
Idris dalam Al-Qur’an Surat Al-Anbiya ayat 85 dan 86, serta Surat Maryam ayat 56 dan 57.